“Dra, cepet telepon pak Christ”
“Lo aja deh, kenapa harus gue?”
“Yang biasa ngomong sama orang
perusahaan kan lo dra. Ayolah”
“Yaudah deh, sini hp nya”
Senyum Rekas terkembang seiring
dengan setujunya Dendra menelepon pak Christ. Jam sudah menunjukkan pukul 8
pagi, namun pak Christ, manager perusahaan kaos Oypjo tidak juga mengangkat
telfonnya.
“Kas, gak
diangkat sama pak Christ”
“Kok gak
diangkat sih? Telpon lagi deh, coba terus”
“Udah
berkali-kali gue coba Kas, tetep gak diangkat”
“Nomernya
salah kali, bentar gue cek sama kartu namanya”
Berkali-kali Rekas menyesuaikan
nomor yang ada di kartu nama dengan yang dihubungi Dendra tadi. Nomornya sama
persis, namun tetap tidak ada jawaban dari si empunya nomor. Setelah melihat
kartu nama dan hp berkali-kali Rekas
tersadar akan sesuatu.
“Hah! Pantes
aja gak diangkat! Gimana sih lo dra? Sekarang tuh masih jam 8, lo cek dong di kartu namanya, bukanya tuh jam 9.
Jelas aja gak diangkat” omel Rekas kepada Rendra
“Kok lo
nyalahin gue sih? Gue kan Cuma ngelakuin yang lo suruh tadi” balas Dendra sewot
“Ya, paling
enggak lo liat kek kartu namanya.
Gimana sih lo? Buang-buang waktu aja,
Tau gitu kan kita mending nelpon perusahaan
lain tadi”
“Apaan sih
lo kas, lo yang salah lah, lo yang nyuruh gue, lo yang megang kartu namanya. Kenapa gue yang salah? Lo telpon aja
sendiri deh. Lo tuh yang buang-buang
waktu gue”
“Dibilang
gue gak bisa ngomong sama orang perusahaan! Acara kita gimana kalo kaya gini?”
“Lo urus
sendiri deh kas, pusing gue sama lo. Terserah lo, acara lo bukan acara gue. Gak
ada acara itu kita tetep jalan” bentak Dendra sambil melempar map yang berisi
data – data perusahaan. Rekas kaget mendengar jawaban dari Dendra. Emosinya
bertambah saat Dendra berbicara seperti itu.